Minggu, 22 September 2013

BETULKAH PULAU TERLUAR BERANDA NKRI??

ndonesia adalah Negara Kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan pemerintah,Indonesia memiliki 17.508 pulau. Di mana 7.870 pulau telah diberi nama, dan 9.634 pulau atau 55 persen belum memiliki nama. Dari 45 persen pulau yang telah tercatat namanya, 67 pulau berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Masalah konflik perbatasan, minimnya akses, sarana, dan prasarana, serta tidak terperhatikannya kesejahteraan masyarakat di pulau-pulau terluar menjadi isu yang sampai saat ini belum terjawab pemerintah. Pertanyaan besar pun muncul, bagaimana mereka menyikapi konflik perbatasan, strategi dalam mempertahankan pulau-pulau, dan strategi pemerintah dalam memberdayakan pulau-pulau terluar?
Sebelum membuka tabir di atas, ada beberapa definisi yang patut diketahui. Wilayah adalah salah satu unsur utama dalam suatu negara, di samping rakyat dan pemerintahan. Wilayah dalam suatu negara perlu ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang jelas. Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai “Wilayah Negara Republik Indonesia”. Meski demikian, telah disepakati bahwa sejak pendiri bangsa memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945, wilayah yang mempunyai cakupan wilayah Hindia Belanda. Mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeen en 4 Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939), di mana pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan laut di sekelilingnya.
Bangsa Indonesiakemudian menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah Indonesiaordonasi Hindia Belanda 1939 sangat merugikan bangsa Indonesia. Maka pada 13 Desember 1957, pemerintah Indonesiayang waktu itu dipimpin Ir Djuanda mengeluarkan pengumuman pemerintah yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Deklarasi ini menyatakan bahwa negara Republik Indonesiamerupakan Negara Kepulauan (Archipelagic State).
Deklarasi 1957, menjadi tonggak sejarah kelautanIndonesiayang kemudian dikenal dengan nama Wawasan Nusantara. Deklarasi ini kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang No 4/PRP/1960, tentang PerairanIndonesia. Batas wilayah negaraIndonesiaadalah 12 mil dari garis pantai pulau-pulau terluar.
Selanjutnya, Deklarasi Djuanda menjadi dasar hukum laut internasional, seperti tercantum dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang dikenal dengan United Nations Convension on the Law of the Sea (UNCLOS) III pada 1982. Kemudian dikenal dengan istilah Hukum Laut (HUKLA) 1982, yang ditratifikasi pemerintah melalui Undang-Undang No 17/ 1985.

Potensi Konflik Perbatasan
Seiring dengan waktu perbedaan persepsi tentang garis batas wilayah dengan negara tetangga menjadi sumber konflik. Sebagai contoh,Indonesiadan Singapura memiliki permasalahan tentang batas laut territorial, walau sebenarnya telah terdapat perjanjian perbatasan kedua negara.Indonesiamerisaukan adanya perubahan batas kedua negara di Selat Malaka sebagai dampak dari kegiatan reklamasi yang dilakukan Singapura, yang notabene menggunakan pasir laut dariIndonesia. Penambangan pasir laut yang berlebihan juga berdampak pada tenggelamnya Pulau Nipa yang merupakan ‘titik dasar’ dalam penentuan batas wilayahIndonesiadengan Singapura.
Indonesiadan Malaysiajuga memiliki masalah perbedaan pemahaman rezim laut dengan Malaysiadi bagian utara Selat Malaka, Selat Singapura dan Laut Cina Selatan. Pulau berhala yang terletak di Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatra Utara, merupakan pulau terluar yang berada di Selat Malaka, yang berbatasan dengan Malaysia. Memiliki kekayaan alam berupa keindahan terumbu karang bawah laut dan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati tinggi, namun rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga.
Di samping itu, pasca lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, masalah batas wilayah di perairan sebelah timur Pulau Sebatik dan di sekitar Pulau Sipadan dan Ligitan juga akan menjadi “pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan. Peraturan Pemerintah RI No 38/2002, tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauanIndonesia, belum disosialisasikan kepada masyarakat internasional. Perlu revisi pasca lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
Selanjutnya,Indonesiadan Filipina memiliki perbedaan secara fundamental mengenai perbatasan wilayah laut. Hal ini karena undang-undang Filipina telah menetapkan garis batas laut. Sementara pemerintahIndonesiabelum menyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pulau lain yang berbatasan dengan Filipina adalah Pulau Miangas. Penduduknya yang mayoritas Suku Talaud, perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi. Wilayah ini rawan terorisme dan penyelundupan. Pulau Marampit juga merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan Filipina. Pulau Marampit terletak di Kecamatan Pulau Karatung, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
Selain itu, pasca kemerdekaan Timor Leste, garis batas laut antara Indonesia dan Australia perlu penataan ulang, walaupun persetujuan garis landas kontinen pernah dilaksanakan pada 1971 dan 1972, serta persetujuan garis batas ZEE pada 1981.Indonesiadan Timor Lorosae sampai saat ini belum memiliki perjanjian batas wilayah laut. Dalam konteks ini keberadaan Pulau Batek perlu mendapatkan perhatian, terlebih dengan adanya kunjungan pejabat Timor Leste ke pulau tersebut. Ini membawa dampak terhadap perjanjian pengelolaan Timor Gap, walaupun hal ini belum mengemuka, namun perlu segera diantisipasi PemerintahIndonesia.
Pulau Dana merupakan Pulau terluar yang berbatasan langsung denganAustralia. Pulau ini terletak di sebelah selatan Pulau Rote, letaknya strategis karena merupakan pintu masuk jalur pelayaran internasional, tidak berpenghuni. Jarak dengan Kota Kupang 120 kilometer dan dengan Pulau Rote 4 kilometer.
Pada perbatasan wilayah laut antaraIndonesiadanVietnam, terdapat pulau Sekatung yang terletak di Desa Air Payang, Kelurahan Pulau Laut, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Provinsi Riau. Pulau ini termasuk gugusan Pulau Natuna selain Pulau Sedanau, Bunguran dan Midai. Luasnya sekitar 0,3 kilometer persegi. Pulau ini tidak berpenghuni, sering digunakan sebagai persinggahan nelayan lokal dan asing.
Indonesiadan RRC juga mempunyai perbedaan pandangan tentang batas perairan, khususnya di perairan Natuna. Pada 25 Februari 1992, RRC mengumumkan Hukum Laut Teritorial dan zona tambahan. Di mana Kepulauan Natuna dimasukkan ke dalam wilayahnya.
IndonesiadanIndiajuga menyimpan potensi konflik perbatasan perairan teritorial di sekitar Pulau Andaman dan Nicobar yang secara tradisional sering didatangi oleh para nelayan Aceh untuk menangkap ikan. Hal ini perlu mendapat perhatian dari kedua belah pihak karena dapat menjadi pemicu konflik lebih besar.
IndonesiadanPalaujuga belum sependapat mengenai batas-batas ZEE kedua negara, terutama di Pulau-Pulau Asia dan Pulau-Pulau Mapia (wilayah RI) yang terdapat di utara Papua. Pulau Fani di Kecamatan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua merupakan salah satu pulau terluar yang termasuk gugusan Pulau-Pulau Asia.
Aspek kultural masyarakat di perbatasan juga turut menjadi permasalahan tersendiri. Kegiatan nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah dapat juga menjadi pemicu pertentangan perbatasan. Misalnya, antaraIndonesiadenganPapua New Guinea. Meskipun telah memiliki kesepakatan tentang batas-batas wilayah darat dan perairan, namun bisa menjadi masalah krusial.Adabeberapa aspek ekonomi dan kultural yang berpotensi menjadi konflik, di mana kesamaan budaya, kepentingan ekonomi dan ikatan kekeluargaan antar desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional telah berkembang menjadi kompleks. Kasus Warasmol dan pemanfaatan Sungai Fly bagi lalu lintas pelayaran dan sumber daya alam oleh penduduk kedua negara yang tinggal di kedua sisi sungai, tidak jarang menimbulkan masalah yang berimplikasi pada persengketaan perbatasan.

Mempertahankan Pulau Terluar
Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, yakni 81.000 km, menyimpan potensi kerawanan karena sulitnya pengawasan terhadap wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Indonesia saat ini telah menjabarkan UNCLOS 1982 yang dituangkan dalam UU No 6/1996, tentang Perairan Indonesia; PP No 61/1998, tentang Perubahan Titik Dasar; dan Garis Dasar di sekitar Kepulauan Natuna dan PP No 38/2002, tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Dalam UU No 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, memasukkan pengelolaan wilayah laut dengan tujuan agar daerah mempunyai tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dan pengembangan potensi sumber daya kelautan di wilayahnya masing-masing. Kewenangan daerah untuk mengelola wilayah laut sampai batas yang ditentukan, daerah mempunyai peluang lebih besar meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, dan pendapatan asli daerah.
Batas wilayah negara memiliki aspek internasional karena memberikan arti penting dalam kepastian hukum dan pemagaran yuridis bagi suatu negara. Permasalahan pokok tentang perbatasan menyangkut penetapan batas dan manajemen perbatasan. Dalam rangka menjaga integritas nasional dan keutuhan negaraIndonesia, maka batas wilayah darat dan laut ditetapkan secara bilateral dan trilateral. Sementara untuk batas udara ditetapkan mengikuti batas wilayah darat dan laut.
Mencermati kondisi nyata yang ada di lapangan,eksistensi kedaulatan Republik Indonesiadi pulau-pulau tersebut perlu ditempuh dengan upaya pemberian nama pulau yang mengacu pada resolusi United Nations Conperence in the Standardization of Geographical Name (UNCSGN) No 4/ 1967. Selanjutnya di wilayah pulau-pulau tersebut dibangun pos pengamanan, infrastruktur, tanda batas, komunikasi dan fasilitas umum lainnya yang dibutuhkan masyarakat setempat.
Pada 2005, keluarlah Peraturan Presiden Republik Indonesia No 78/2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Adapun tujuan dari pengelolaan pulau-pulau kecil terluar tertuang dalam Pasal 2, yaitu 1) menjaga keutuhan wilayah Negera Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan. 2) Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. 3) Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Patroli Keamanan Laut, Kehadiran kapal-kapal perang RI di seluruh perairan Indonesia, termasuk pulau-pulau terpencil dan terluar dimaksudkan untuk melaksanakan patroli rutin dalam rangka penegakan keamanan di laut. Di samping melakukan patroli rutin juga dimaksudkan untuk menunjukkan kesungguhan negara dalam mempertahankan setiap tetes air dan jengkal tanah dari gangguan pihak asing (deterrence effect).  Dalam terminologi kekuatan laut kagiatan ini disebut sebagai “pameran bendera” atau show of flag. Kejahatan di daerah perbatasan juga mengandung potensi konflik bilateral bahkan internasional. Maraknya perampokan dan pembajakan di Selat Malaka sempat mengundang keinginan negara lain, seperti Jepang untuk terjun langsung dalam pengamanannya.

Survei Hidrografi.
Batas suatu negara di laut ditetapkan dengan menarik Garis-garis pangkal atau Base Line yang menghubungkan rangkaian titik-titik terluar yang disebut ‘titik dasar’ atau base point. Titik-titik dasar ini ditentukan dengan melakukan survey hidrografi yang dilakukan oleh TNI AL dalam hal ini Dinas Hidro-Oseanografi TNIAL atau Dishidros. Survei Hidrografi yang telah dilakukan oleh TNI AL tidak saja dilakukan untuk menetapkan Titik Dasar dan Garis Pangkal, tetapi data dan informasinya digunakan juga untuk menunjang kegiatan pembangunan di daerah.
Operasi Bakti. TNI AL sejak tahun 1980-an telah melakukan operasi bakti yang diberi nama Operasi bakti Surya Bhaskara Jaya (SBJ). Pada hakekatnya, operasi bakti SBJ merupakan wujud kepedulian dan peran serta TNI AL untuk mendinamisasikan pembangunan daerah terpencil, khususnya pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau oleh transportasi darat dan udara. Operasi ini juga dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk di pulau-pulau terpencil dan pulau-pulau terluarIndonesia.

Memberdayakan Pulau Terluar
Dalam rangka menjaga keutuhan wilayah negara, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan, maka perlu pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan memperhatikan keterpaduan pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum, sumber daya manusia, pertahanan, dan keamanan. Pulau-pulau terluarIndonesiamemiliki nilai strategis sebagai titik dasar dan garis pangkal kepulauanIndonesiadalam penetapan wilayah perairanIndonesia, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)Indonesia, dan landas kontinenIndonesia. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden No 78/2005, tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilakukan, yaitu a) menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan; b) memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan; c) memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Adapun prinsip pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah, wawasan nusantara, berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Dalam rangka memberdayakan pulau-pulau terluarIndonesia, pemerintah telah mengambil langkah-langkah taktis meliputi tiga aspek, yaitu aspek kelembagaan, aspek yuridis, dan aspek program. Untuk menangani masalah-masalah, dan pulau-pulau terluar khususnya agar lebih efektif pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Mereka bertugas mengkoordinasikan dan merekomendasikan penetapan rencana dan pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Tim Juga bertugas melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.
Dalam penanganan pengelolaan perbatasan negara dengan negara tetangga, pemerintah masih memprioritaskan batas-batas darat, kerena kejelasan batas fisik di darat sangat mempengaruhi pelaksanaan pembangunan. Dari batas negara di darat dapat diketahui bahwa RepublikIndonesiaberbatasan darat denganPapua New Guinea,Malaysiadan Republik Demokratik Timor Leste.
Peran pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dalam pembangunan pulau-pulau kecil terluar perlu dilakukan secara tepat yang menekankan pada tiga hal, yaitu regulator, eksekutor dan fasilitator. Pemerintah sebagai regulator berkewajiban mendorong penataan aturan-aturan yang ada di dalam pengembangan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil oleh semua pengambil keputusan. Fungsi regulasi ini harus dilaksanakan secara transparan, demokratis dan berkeadilan.
Sebagai eksekutor, pemerintah melaksanakan sebagai program kebijakan yang secara langsung menyentuh semua lapisan masyarakat. Sementara sebagai fasilitator, pemerintah mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi pengembangan dan pemanfaatan wilayah pulau-pulau kecil melalui penyediaan berbagai bentuk infrastruktur pendukung di wilayah yang dimaksud.
Dari aspek yuridis penanganan pulau-pulau kecil terluar masih memerlukan perangkat perundangan-undangan yang memadai dalam rangka mempertahankan serta memberdayakannya. Peninjauan berbagai peraturan perundang-undangan seperti UU, PP, Kepres dan lainnya yang berkaitan dengan penanganan batas dan perbatasan negara baik di darat maupun batas laut kiranya menjadi hal yang sangat mendesak. PP No 38/2002, tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauanIndonesia, kiranya perlu segera direvisi menyusul keputusan tentang kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan.
Perangkat hukum juga harus ditopang dengan kemampuan untuk menegakkan hukum, sehingga salah satu usaha mempertahankan pulau terluarIndonesiadengan meningkatkan peran Angkatan Laut (AL). Angkatan laut yang kuat diperlukan untuk meningkatkan patroli keamanan dalam rangka penegakkan keamanan dan pertahanan. Patroli laut juga diarahkan untuk menjaga kedekatan psiklogis masyarakat di daerah terluar dan terpencil sekaligus menggugah semangat kebangsan dan Tanah Air. Di samping patroli laut, mereka juga melakukan survei hidrografi yang digunakan untuk menetapkan titik dasar dan garis pangkal, dan operasi bakti untuk mendorong dan meningkatkan kemampuan ekonomi dan taraf hidup masyarakat di pulau-pulau terluar.

12 Pulau Terluar Rawan Konflik
Melalui konsep Wawasan Nusantara yang kemudian diadaptasi dalam ketentuan Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982,Indonesiasebagai Negara Kepulauan berhak atas kedaulatan wilayah negara kepulauan.
Terkait dengan hal tersebut, keberadaan pulau-pulau terluar sangat penting sebagai tapal batas NKRI. Sayang, saat ini banyak sekali wargaIndonesiayang tidak sadar betapa pentingnya keberadaan pulau-pulau terpencil tersebut. Tercatat terdapat 12 pulau terdepan yang menjadi tapal batas titik terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
1. Pulau Rondo
Pulau Rondo adalah pulau terluarIndonesiayang terletak di Samudra Hindia, berbatasan langsung denganIndia. Pulau ini merupakan pulau paling utara dari wilayah RI bagian dari wilayahkotaSabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pulau tersebut berada di sebelah barat laut Pulau Weh dengan koordinat 6° 4? 30? LU, 95° 6? 45? BT.
2. Pulau Berhala
Pulau Berhala memiliki koordinat 3°46?38?LU,99°30?3?BT. Pulau ini terletak di Sumatera Utara, yang merupakan titik terluar di Selat Malaka, atau sekitar 48 mil dari Pelabuhan Belawan. Dari segi administratif, pulau Berhala adalah bagian dari Kecamatan Tanjungberingin, Kabupaten Serdang Bedagai. Luasnya adalah 2,5 km². Berhala memiliki topografi bergunung dengan hutan lebat, dan pantai yang putih bersih.
3. Pulau Nipah
Pulau Nipah merupakan salah satu pulau terluarIndonesia. Pulau ini terletak di Provinsi Kepulauan Riau, tepatnya di barat laut Pulau Batam. Nipah menjadi titik perbatasan antaraIndonesiadengan Singapura. Posisi pulau tersebut berada di koordinat 01°93” 13’ LU dan 103°39” 11’ BT.
Pulau Nipah berada di Selat Philips, dan Selat Singapura yang merupakan selat internasional yang sangat padat volume pelayarannya. Pulau Nipah berada di tengah alur pelayaran internasional dengan frekuensi pelayaran cukup tinggi, sekitar 100 kapal per hari, terdiri dari kapal tangker, kargo, dan kapal tongkang.
Kondisi Pulau Nipah saat ini hampir tenggelam oleh ketinggian air laut. Luas Pulau Nipah sebelum direklamasi adalah enam hektar (saat posisi air surut). Sebagian pakar berpendapat bahwa terancamnya keberadaan Pulau Nipah adalah akibat abrasi karena pengeksploitasian pasir laut secara besar-besaran yang dilakukan Singapura untuk kepentingan reklamasi. Selain itu, reklamasi juga menyebabkan biota laut di sekitar Pulau Nipah rusak parah.
4. Pulau Sekatung
Letak koordinat Pulau Sekatung berada di titik 4°47? 45? LU, 108° 1?19? BT. Pulau Sekatung adalah pulau terluar paling utara dari wilayah Indonesia yang terletak di laut China Selatan, berbatasan dengan negara Vietnam. Pulau ini merupakan wilayah dari kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
 5. Pulau Miangas,
Pulau ini berada di koordinat  5° 34?2? LU, 126 °34?54? BT. Miangas adalah pulau terluarIndonesiayang terletak di perbatasan antaraIndonesiadengan Filipina. Pulau ini termasuk ke dalam Desa Miangas, Kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara. Pulau Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina.
Pulau tersebut merupakan salah satu pulau terluar yang rawan masalah perbatasan, terorisme, serta penyelundupan. Pulau ini memiliki luas sekitar 3,15 km².  Jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Pulau Miangas memiliki jumlah penduduk sebanyak 678 jiwa (2003) dengan mayoritas adalah Suku Talaud. Jalinan perekonomian dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi karena kedekatan jarak dengan Filipina. Bahkan, beberapa laporan mengatakan, mata uang yang digunakan di pulau ini adalah Peso.
6. Pulau Marore
Pulau Marore terletak pada koordinat 4° 44?14? LU, 125° 28?42? BT. Kepulauan ini berada di gugus kepulauanSulawesiyang berbatasan dengan negara Filipina. Marore merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, tepatnya sebelah utara Pulau Sangihe.
7. Pulau Marampit
Pulau Marampit terletak di gugus kepulauanSulawesi. Marampit adalah pulau terluarIndonesiadi lautSulawesi, dan berbatasan dengan Filipina. Pulau tersebut bagian dari pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara. Marapit berada di sebelah timur laut Pulau Talaud, dengan koordinat 4° 46?18? LU, 127° 8? 32? BT.
8. Pulau Fani
Pulau Fani adalah pulau terluarIndonesiayang terletak di Samudra Pasifik. Pulau ini berbatasan langsung dengan negaraPalau. Fani merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Sorong, Provinsi Irian Jaya Barat. Pulau tersebut berada di sebelah utara Kota Sorong, dengan koordinat 1° 4?28? LU, 131° 16?49? BT.
9. Pulau Bras
Pulau ini adalah pulau terluarIndonesiayang juga berbatasan dengan negaraPalau. Pulau Bras merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Pulau ini berada di sebelah utara Kota Manokwari, dengan koordinat 0° 55?57? LU, 134° 20?30? BT.
10. Pulau Fanildo 
Pulau Fanildo adalah pulau terluarIndonesiayang terletak di Samudra Pasifik, berbatasan dengan negaraPalau. Pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Pulau Fanildo berada di sebelah utara dari Kota Manokwari, dengan titik koordinat 0° 56?22? LU, 134° 17?44? BT.
11. Pulau Batek
Pulau Batek terletak di gugus kepulauan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kabupaten Kupang. Pulau ini berada di Laut Sawu, berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Pulau Batek merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini berada di sebelah timur laut darikotaKupang dengan koordinat 9° 15? 30? LS, 123° 59? 30? BT.
12. Pulau Dana
Pulau Dana adalah sebuah pulau kecil yang terletak di perairan sebelah selatan Pulau Sumba. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),Indonesia.
Berdasarkan data di atas, perlu upaya pengelolaan pulau-pulau terluar sebelum dicaplok negara tetangga. Tentunya kasus Sipadan-Ligitan tidak ingin terulang kembali. Adalimalangkah yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, penyediaan infrastruktur, dan layanan publik yang memadai, seperti listrik, pelabuhan, pendidikan. Daerah tersebut merupakan remote area. Tanpa infrastruktur harga-harga menjadi mahal. Kedua, memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Karena kebanyakan masyarakat di wilayah tersebut kurang produktif. Melalui upaya ini diharapkan akan meningkatkan taraf perekonomian mereka. Ketiga, memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. Tak bisa dipungkiri walaupun berada dalam remote area, pasti ada sumber daya alam (SDA) potensial yang bisa dimanfaatkan.
Keempat, memberikan edukasi yang murah dan bermanfaat. Edukasi di sini tidak hanya bersifat formal (SD, SMP, SMA), tetapi harus ada edukasi yang mengajarkan tentang hal informal, seperti mitigasi bencana alam, pemanfaatan SDA, kewarganegaraan, dan sebagainya.
Kelima, secara bertahap pemerintah memberikan akses keterbukaan informasi, seperti internet dan jaringan telepon. Sehingga, wawasan masyarakat akan terbuka dan mereka dapat secara mandiri mempromosikan daerahnya kepada investor atau wisatawan.
Harapan muncul setelah pemerintah menjanjikan 43 pulau terluar di Indonesia akan dialiri listrik tenaga surya energi matahari, yang akan dinikmati 17 ribu penduduk di sana. Berdasarkan data dari Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (Kemeneg PDT), dari 92 pulau terluar, hanya 43 pulau yang berpenghuni. Mereka menjanjikan masyarakat disanaakan segera menikmati listrik, seperti daerah–daerah lain. Program ini dicanangkan hingga 2014 mendatang, dengan mengembangkan energi matahari skala kecil menengah untuk memberikan pasokan listrik.
Menteri PDT, Helmy Faizal Zaini, mengakui, hingga 2012 masih banyak ketimpangan pasokan listrik di berbagai daerah di Indonesia.Adayang sudah mencapai 60-70 persen, namun masih ada yang menerima pasokan di bawah 30 persen. Terkait dengan pengembangan energi matahari di pulau terluar, akan diberikan bantuan sekitar tiga hingga empat lampu dengan daya 150 watt. Hal ini dikarenakan pulau terluar memilikimedanyang sulit dijangkau. “Meski pasokan listrik di pulau terluar ini masih kecil, bantuan ini cukup membantu mereka untuk beraktivitas,” kata Helmi.
Pemerataan pasokan listrik di pulau terluar menjadi target utama pengembangan desa tertinggal diIndonesia. Kendati demikian, ia sadar, sejumlah persoalan seperti minimnya sarana pendidikan, kurangnya tenaga kesehatan, dan tenaga pengajar, masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan.
Sementara itu, Rektor Universitas Gajah Mada (UGM), Pratikno menyatakan, salah satu penyebab timpangnya kesejahteraan di pulau terluar adalah belum meratanya penelitian perguruan tinggi di wilayah itu. “Penelitian yang sampai ke daerah tertinggal harus aplikatif agar bisa diterapkan langsung. Seperti penelitian pengangkatan air bawah tanah, penjernihan air dengan teknologi tepat guna, dan lainnya,” ujar Pratikno.

1 komentar: