Sabtu, 26 Oktober 2013

PRODUK UDANG BEKU

Udang diklasifikasikan dalam filum Arthropoda, kelas Crustacea dan bangsa Decapoda. Setiap udang dibagi dalam setiap suku, marga dan jenis yang berbeda. Secara lengkap klasifikasi udang menurut Siswoyo (1985), adalah sebagai berikut :
-      Kingdom          : Animalia
-      Filum               : Arthropoda
-      Kelas               : Crustacea
-      Ordo                : Decapoda
-      Family             : Penaidae
-      Genus             : Penaeus
-      Spesies           : Penaeus sp.

2.1.2. Morfologi Udang
Badan udang dibagi menjadi dua yaitu cephalothorax (gabungan kepala, dada, dan perut), bagian kepal beratnya kurang lebih 36 – 49 %, bagian daging antara 24 – 41 %, dan kulit 17 – 23 % total berat badan (Purwaningsih, 1995). Bagian tubuh udang yang lain  disebut abdomen (bagian belakang yang biasa disebut ekor). Kelopak kepala ke arah depan membentuk tonjolan runcing yang bergerigi yang disebut cucuk kepala (rostrum). Seluruh tubuhnya terdiri  dari ruas-ruas atau segmen yang terbungkus kerangka luar terbuat dari bahan semacam zat tanduk atau kitin yang diperkeras oleh bahan kapur atau kasium karbonat (CaCO3). Udang mempunyai bagian-bagian tubuh dimana tiap bagian tubuh tersebut memiliki nama yang spesifik.
                

2.1.3. Jenis-jenis Udang
            Menurut Purwaningsih (1995), jenis-jenis udang yang memiliki nilai ekonomis adalah :
1.    Udang Windu (Panaeus monodon)
2.    Udang Galah (Macrobhancium roseenbergii)
3.    Udang Putih (Panaeus marguensis)
4.    Udang Dogol (Panaeus monoceros)
5.    Udang Kipas (Panaeus sp.)
6.    Udang Karang Lobster (Hamoris vulgaris)

2.2. Kemunduran Mutu Udang
            kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi kimia dan susunan tubuhnya. Sehingga segera setelah udang mati akan mengalami proses kemunduran mutu yang mengarah pada pembusukan. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan yang mudah busuk bila dibandingkan dengan ikan. Proses ini tidak dapat dihentikan secara total, sehingga usaha-usaha yang dilakukan hanyalah dengan cara menghambat proses pembusukan dan memberikan perhatian serta perlakuan penanganan yang cermat. Proses penurunan mutu udang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari tubuh udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Sehingga proses penurunan ini dapat terjadi secara autolisis, bakteriologis dan oksidasi. Purwaningsih (1995). Karakteristik bahan baku yang baik dan yang rusak/buruk dapat dilihat pada table 1 di bawah ini.
Tabel 1.  Karakteristik Bahan Baku yang Baik dan yang Rusak/Busuk
Parameter
Udang Segar
Udang Tidak Segar
Kenampakan
Cerah, cemerlang, dan warna asli (belum berubah) menurut jenisnya.
Banyak warna merah jambu yang timbul terutama pada bagian kepala, antenna, dan kaki. Banyak noda hitam pada kaki.
Bau
Segar, tidak tercampur bau asin
Busuk, bau asam, dan amoniak.
Daging
Kompak (padat), lentur dan melekat kuat pada kulitnya.
Kendur, mudah dilepas dari kulitnya, apabila ditekan dengan jari terasa lentur.
Mata
Bulat, hitam, mengkilat, dan tidak terlalu menonjol keluar
Kelabu, gelap, pudar, menonjol keluar, dan  bola mata melekat pada tangkai mata.
Kulit
Melekat kuat pada daging, dan tidak berlendir pada permukannya.
Mudah dilepaskan dari dagingnya, lendir tebal pada permukaannya.
Ruas
Hubungan antar ruas kuat dan kompak, hubungan antara kepala dan tubuhnya tidak mudah terlepas.
Hubungan antar ruas kepala dan tubuhnya tidak kuat, dan  mudah dilepaskan.
Sumber : Hadiwiyoto (1993 )

2.3. Ruang Lingkup Pembekuan
2.3.1.   Pengertian
   Secara garis besar yang dimaksud pembekuan adalah suatu cara pengambilan panas dari suatu produk yang akan dibekukan hingga mencapai batas titik beku dari produk tersebut, sehingga sebagian besar air yang ada pada produk baik itu yang berupa air bebas (free water) maupun air terikat (bound water) menjadi beku. Sementara itu menurut Ilyas (1983), yang dimaksud dengan pembekuan adalah pengenyahan panas dari ikan segar agar suhu ikan menurun ampai -400 C atau -500 C.

2.3.2. Prinsip Pembekuan
            Menurut Syamsir (2008) pembekuan didasarkan pada dua prinsip yaitu:
1.    Suhu yang sangat rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat aktivitas enzim kimiawi
2.    Pembentukan kristal es yang menurunkan ketersedian air bebas di dalam pangan sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat.
Di industri pangan, telah dikembangkan metode pembekuan lainnya untuk mempercepat proses pembekuan yang memungkinkan produk membeku dalam waktu yang pendek. Pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es yang berukuran kecil sehingga meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan.
Proses pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya kejutan dingin (freeze shock) pada mikroorganisme dan tidak terjadi tahap adaptasi mikroorganisme dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia dan aktifitas enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang (Purwaningsih,1995).

2.3.3. Metode Pembekuan
Ditinjau dari alat-alat pembekuan yang digunakan, Purwaningsih (1995) membagi metode pembekuan menjadi 3, yaitu :
  1. Pembekuan dengan menggunakan Air Blast Freezer (ABF), yaitu suatu ruangan atau kamar pembeku dengan menggunakan hembusan udara dingin.
  2. Pembekuan dengan menggunakan Contact Plate Freezer (CPF), yaitu suatu pembekuan dimana suhu dapat diatur di antara -300 sampai -350 C. Pada metode ini bahan dibekukan dengan plat-plat pembeku yang ditempelkan pada bahan.
  3. Pembekuan dengan Individual Quick Freezer (IQF) adalah suatu cara pembekuan udang sacara individual dengan kecepatan tinggi.
Menurut Ilyas (1983), metode pembekuan terdiri dari :
  1. Sharp freezing : produk yang dibekukan di letakkan di atas lilitan pipa evaporator. Pembekuan berlangsung lambat dan teknik ini tidak dianjurkan, kecuali pada wadah kecil. Alatnya digolongkan ke dalam pembekuan lambat (sharp freezer).
  2. Air blast freezing : membekukan produk di letakkan dalam ruangan yang ditiupkan udara beku di dalamnya dangan blower yang kuat. Pembekuan ini dianjurkan. Alatnya digolongkan ke dalam air blast freezer.
  3. Contact plate freezing : membekukan udang produk di antara rak – rak yang direfrigrasi, pembekuan berlangsung cepat dan pembekuan ini dianjurkan. Alatnya digolongkan ke dalam contact plate freezer.
  4. Immersion freezing : membekukan produk dalam air lautan garam yang direfrigrasi, pembekuan berlangsung cepat, sering dipraktekan di kapal penangkapan (udang dan tuna). Alatnya digolongkan ke dalam : brine freezer.
  5. Cryonic freezing : membekukan produk dengan semprotan bahan kriogen, misalnya karbon dioksida cair dan nitrogen air. Pembekuan berlangsung sangat cepat. Alatnya digolongkan ke dalam : Liquid carbon dioxide freezer dan liquid nitrogen freezer.

2.4. Produk Pembekuan Udang
Ada banyak macam bentuk produk udang yang dibekukan, hal ini tentunya mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Menurut Purwaningsih (1995), bentuk-bentuk udang beku dibedakan menjadi :
1.     Head On (HO)
Adalah produk udang beku yang utuh lengkap dengan kepala, badan, kulit, dan ekor. Produk ini harus terbuat dari udang yang mempunyai tingkat kesegaran tinggi.
2.     Head Less (HL)
Adalah produk udang beku yang diproses dalam bentuk kepala yang sudah dipotong, tetapi masih memiliki wit dan ekor.
3.     Peeled
Adalah produk udang beku tanpa kepala, kulit dan atau tanpa ekor. Bentuk pengolahan produk ini dibedakan menjadi 5 jenis, antara lain :
a.    Peeled Tail On (PTO)
Yaitu produk udang beku  tanpa kepala dan dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas ke lima. Sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan.
b.    Peeled Deveined Tail On (PDTO)
Yaitu produk udang beku kupas (hampir sama dengan PTO, tetapi pada bagian punggung udang diambil vein).

c.    Peeled and Deveined (PD)
Yaitu produk udang beku yang dikupas seluruh kulit serta ekornya dan bagian punggungnya dibelah untuk diambil kotoran/isi perutnya.
d.    Peeled Undeveined (PUD)
Yaitu produk udang beku yang dikupas seluruh kulit dan ekor seperti pada produk PD tetapi tanpa mengambil kotoran perutnya.
e.    Butterfly
Yaitu produk udang beku yang hampir sama dengan PDTO, kemudian bagian punggung dibelah sampai pada bagian perut bawahnya, tetapi tidak sampai putus dan kotoran perutnya dibuang.
4.     Value Added Product (VAP)
 Adalah produk udang beku yang mendapat perlakuan tamabahan. Udang yang diproduksi sebagai produk VAP ini adalah udang yang memiliki ukuran 21 dan 31. Produk VAP ini ada 2 jenis, yaitu :
a.    VAP Belly Cut (BC) yaitu produk udang beku yang di kupas dan disisakan satu ruas di dekat ekor kemudian dipijat dan diluruskan.
b.    VAP Non Belly Cut (NBC) yaitu produk udang beku yang dikupas tetapi tidak dipijat dan diluruskan, hanya dibuang ususnya.
2.5.  Proses Pembekuan Udang
            Proses pembekuan udang menurut Tphpi (2008) adalah sebagai berikut :
  1. Udang diterima dari suplier dan tambak dalam kondisi Head On (HO) dalam box dengan pendingin es. Udang diterima pada bagian penerimaan untuk dicuci ozon dan dilakukan sampling size maupun mutu udang. Selain itu dilakukan juga uji chlorampenichol yang sering kali digunakan oleh petambak udang.
  2. Setelah penerimaan bahan baku berupa HO adalah dilakukannya proses potong kepala. Sehingga udang menjadi Head Less atau HL.
  3. Udang HL ini kemudian disortir secara otomatis dengan mesin pengatur berat atau ukuran sehingga lebih seragam ukurannya atau menggunakan mesin grading yang mengatur volume tubuh udang untuk memisahkan udang berdasarkan size.
  4. Udang hasil sortir dikupas sesuai permintaan. Ada beberapa jenis kupasan yaitu PND (peel and deveined), PUD (peel un deveined), PDTO (peel deveined tail on) dan BTO (Buterfly tail on). Ada juga beberapa jenis kupasan lain.
  5. Udang hasil kupasan dibekukan dengan mesin pembeku. Ada beberapa macam metode pembekuan : IQF (individual quick frozen), Air blast freezer, dan contact plate freezer.
  6. Udang hasil pembekuan dipacking sesuai permintaan buyer.


Minggu, 22 September 2013

BETULKAH PULAU TERLUAR BERANDA NKRI??

ndonesia adalah Negara Kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan pemerintah,Indonesia memiliki 17.508 pulau. Di mana 7.870 pulau telah diberi nama, dan 9.634 pulau atau 55 persen belum memiliki nama. Dari 45 persen pulau yang telah tercatat namanya, 67 pulau berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Masalah konflik perbatasan, minimnya akses, sarana, dan prasarana, serta tidak terperhatikannya kesejahteraan masyarakat di pulau-pulau terluar menjadi isu yang sampai saat ini belum terjawab pemerintah. Pertanyaan besar pun muncul, bagaimana mereka menyikapi konflik perbatasan, strategi dalam mempertahankan pulau-pulau, dan strategi pemerintah dalam memberdayakan pulau-pulau terluar?
Sebelum membuka tabir di atas, ada beberapa definisi yang patut diketahui. Wilayah adalah salah satu unsur utama dalam suatu negara, di samping rakyat dan pemerintahan. Wilayah dalam suatu negara perlu ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang jelas. Dalam UUD 1945 yang asli tidak tercantum pasal mengenai “Wilayah Negara Republik Indonesia”. Meski demikian, telah disepakati bahwa sejak pendiri bangsa memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945, wilayah yang mempunyai cakupan wilayah Hindia Belanda. Mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeen en 4 Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939), di mana pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan laut di sekelilingnya.
Bangsa Indonesiakemudian menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah Indonesiaordonasi Hindia Belanda 1939 sangat merugikan bangsa Indonesia. Maka pada 13 Desember 1957, pemerintah Indonesiayang waktu itu dipimpin Ir Djuanda mengeluarkan pengumuman pemerintah yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Deklarasi ini menyatakan bahwa negara Republik Indonesiamerupakan Negara Kepulauan (Archipelagic State).
Deklarasi 1957, menjadi tonggak sejarah kelautanIndonesiayang kemudian dikenal dengan nama Wawasan Nusantara. Deklarasi ini kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang No 4/PRP/1960, tentang PerairanIndonesia. Batas wilayah negaraIndonesiaadalah 12 mil dari garis pantai pulau-pulau terluar.
Selanjutnya, Deklarasi Djuanda menjadi dasar hukum laut internasional, seperti tercantum dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang dikenal dengan United Nations Convension on the Law of the Sea (UNCLOS) III pada 1982. Kemudian dikenal dengan istilah Hukum Laut (HUKLA) 1982, yang ditratifikasi pemerintah melalui Undang-Undang No 17/ 1985.

Potensi Konflik Perbatasan
Seiring dengan waktu perbedaan persepsi tentang garis batas wilayah dengan negara tetangga menjadi sumber konflik. Sebagai contoh,Indonesiadan Singapura memiliki permasalahan tentang batas laut territorial, walau sebenarnya telah terdapat perjanjian perbatasan kedua negara.Indonesiamerisaukan adanya perubahan batas kedua negara di Selat Malaka sebagai dampak dari kegiatan reklamasi yang dilakukan Singapura, yang notabene menggunakan pasir laut dariIndonesia. Penambangan pasir laut yang berlebihan juga berdampak pada tenggelamnya Pulau Nipa yang merupakan ‘titik dasar’ dalam penentuan batas wilayahIndonesiadengan Singapura.
Indonesiadan Malaysiajuga memiliki masalah perbedaan pemahaman rezim laut dengan Malaysiadi bagian utara Selat Malaka, Selat Singapura dan Laut Cina Selatan. Pulau berhala yang terletak di Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatra Utara, merupakan pulau terluar yang berada di Selat Malaka, yang berbatasan dengan Malaysia. Memiliki kekayaan alam berupa keindahan terumbu karang bawah laut dan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati tinggi, namun rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga.
Di samping itu, pasca lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, masalah batas wilayah di perairan sebelah timur Pulau Sebatik dan di sekitar Pulau Sipadan dan Ligitan juga akan menjadi “pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan. Peraturan Pemerintah RI No 38/2002, tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauanIndonesia, belum disosialisasikan kepada masyarakat internasional. Perlu revisi pasca lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
Selanjutnya,Indonesiadan Filipina memiliki perbedaan secara fundamental mengenai perbatasan wilayah laut. Hal ini karena undang-undang Filipina telah menetapkan garis batas laut. Sementara pemerintahIndonesiabelum menyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pulau lain yang berbatasan dengan Filipina adalah Pulau Miangas. Penduduknya yang mayoritas Suku Talaud, perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi. Wilayah ini rawan terorisme dan penyelundupan. Pulau Marampit juga merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan Filipina. Pulau Marampit terletak di Kecamatan Pulau Karatung, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
Selain itu, pasca kemerdekaan Timor Leste, garis batas laut antara Indonesia dan Australia perlu penataan ulang, walaupun persetujuan garis landas kontinen pernah dilaksanakan pada 1971 dan 1972, serta persetujuan garis batas ZEE pada 1981.Indonesiadan Timor Lorosae sampai saat ini belum memiliki perjanjian batas wilayah laut. Dalam konteks ini keberadaan Pulau Batek perlu mendapatkan perhatian, terlebih dengan adanya kunjungan pejabat Timor Leste ke pulau tersebut. Ini membawa dampak terhadap perjanjian pengelolaan Timor Gap, walaupun hal ini belum mengemuka, namun perlu segera diantisipasi PemerintahIndonesia.
Pulau Dana merupakan Pulau terluar yang berbatasan langsung denganAustralia. Pulau ini terletak di sebelah selatan Pulau Rote, letaknya strategis karena merupakan pintu masuk jalur pelayaran internasional, tidak berpenghuni. Jarak dengan Kota Kupang 120 kilometer dan dengan Pulau Rote 4 kilometer.
Pada perbatasan wilayah laut antaraIndonesiadanVietnam, terdapat pulau Sekatung yang terletak di Desa Air Payang, Kelurahan Pulau Laut, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Provinsi Riau. Pulau ini termasuk gugusan Pulau Natuna selain Pulau Sedanau, Bunguran dan Midai. Luasnya sekitar 0,3 kilometer persegi. Pulau ini tidak berpenghuni, sering digunakan sebagai persinggahan nelayan lokal dan asing.
Indonesiadan RRC juga mempunyai perbedaan pandangan tentang batas perairan, khususnya di perairan Natuna. Pada 25 Februari 1992, RRC mengumumkan Hukum Laut Teritorial dan zona tambahan. Di mana Kepulauan Natuna dimasukkan ke dalam wilayahnya.
IndonesiadanIndiajuga menyimpan potensi konflik perbatasan perairan teritorial di sekitar Pulau Andaman dan Nicobar yang secara tradisional sering didatangi oleh para nelayan Aceh untuk menangkap ikan. Hal ini perlu mendapat perhatian dari kedua belah pihak karena dapat menjadi pemicu konflik lebih besar.
IndonesiadanPalaujuga belum sependapat mengenai batas-batas ZEE kedua negara, terutama di Pulau-Pulau Asia dan Pulau-Pulau Mapia (wilayah RI) yang terdapat di utara Papua. Pulau Fani di Kecamatan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua merupakan salah satu pulau terluar yang termasuk gugusan Pulau-Pulau Asia.
Aspek kultural masyarakat di perbatasan juga turut menjadi permasalahan tersendiri. Kegiatan nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah dapat juga menjadi pemicu pertentangan perbatasan. Misalnya, antaraIndonesiadenganPapua New Guinea. Meskipun telah memiliki kesepakatan tentang batas-batas wilayah darat dan perairan, namun bisa menjadi masalah krusial.Adabeberapa aspek ekonomi dan kultural yang berpotensi menjadi konflik, di mana kesamaan budaya, kepentingan ekonomi dan ikatan kekeluargaan antar desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional telah berkembang menjadi kompleks. Kasus Warasmol dan pemanfaatan Sungai Fly bagi lalu lintas pelayaran dan sumber daya alam oleh penduduk kedua negara yang tinggal di kedua sisi sungai, tidak jarang menimbulkan masalah yang berimplikasi pada persengketaan perbatasan.

Mempertahankan Pulau Terluar
Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, yakni 81.000 km, menyimpan potensi kerawanan karena sulitnya pengawasan terhadap wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Indonesia saat ini telah menjabarkan UNCLOS 1982 yang dituangkan dalam UU No 6/1996, tentang Perairan Indonesia; PP No 61/1998, tentang Perubahan Titik Dasar; dan Garis Dasar di sekitar Kepulauan Natuna dan PP No 38/2002, tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Dalam UU No 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, memasukkan pengelolaan wilayah laut dengan tujuan agar daerah mempunyai tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dan pengembangan potensi sumber daya kelautan di wilayahnya masing-masing. Kewenangan daerah untuk mengelola wilayah laut sampai batas yang ditentukan, daerah mempunyai peluang lebih besar meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, dan pendapatan asli daerah.
Batas wilayah negara memiliki aspek internasional karena memberikan arti penting dalam kepastian hukum dan pemagaran yuridis bagi suatu negara. Permasalahan pokok tentang perbatasan menyangkut penetapan batas dan manajemen perbatasan. Dalam rangka menjaga integritas nasional dan keutuhan negaraIndonesia, maka batas wilayah darat dan laut ditetapkan secara bilateral dan trilateral. Sementara untuk batas udara ditetapkan mengikuti batas wilayah darat dan laut.
Mencermati kondisi nyata yang ada di lapangan,eksistensi kedaulatan Republik Indonesiadi pulau-pulau tersebut perlu ditempuh dengan upaya pemberian nama pulau yang mengacu pada resolusi United Nations Conperence in the Standardization of Geographical Name (UNCSGN) No 4/ 1967. Selanjutnya di wilayah pulau-pulau tersebut dibangun pos pengamanan, infrastruktur, tanda batas, komunikasi dan fasilitas umum lainnya yang dibutuhkan masyarakat setempat.
Pada 2005, keluarlah Peraturan Presiden Republik Indonesia No 78/2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Adapun tujuan dari pengelolaan pulau-pulau kecil terluar tertuang dalam Pasal 2, yaitu 1) menjaga keutuhan wilayah Negera Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan. 2) Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. 3) Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Patroli Keamanan Laut, Kehadiran kapal-kapal perang RI di seluruh perairan Indonesia, termasuk pulau-pulau terpencil dan terluar dimaksudkan untuk melaksanakan patroli rutin dalam rangka penegakan keamanan di laut. Di samping melakukan patroli rutin juga dimaksudkan untuk menunjukkan kesungguhan negara dalam mempertahankan setiap tetes air dan jengkal tanah dari gangguan pihak asing (deterrence effect).  Dalam terminologi kekuatan laut kagiatan ini disebut sebagai “pameran bendera” atau show of flag. Kejahatan di daerah perbatasan juga mengandung potensi konflik bilateral bahkan internasional. Maraknya perampokan dan pembajakan di Selat Malaka sempat mengundang keinginan negara lain, seperti Jepang untuk terjun langsung dalam pengamanannya.

Survei Hidrografi.
Batas suatu negara di laut ditetapkan dengan menarik Garis-garis pangkal atau Base Line yang menghubungkan rangkaian titik-titik terluar yang disebut ‘titik dasar’ atau base point. Titik-titik dasar ini ditentukan dengan melakukan survey hidrografi yang dilakukan oleh TNI AL dalam hal ini Dinas Hidro-Oseanografi TNIAL atau Dishidros. Survei Hidrografi yang telah dilakukan oleh TNI AL tidak saja dilakukan untuk menetapkan Titik Dasar dan Garis Pangkal, tetapi data dan informasinya digunakan juga untuk menunjang kegiatan pembangunan di daerah.
Operasi Bakti. TNI AL sejak tahun 1980-an telah melakukan operasi bakti yang diberi nama Operasi bakti Surya Bhaskara Jaya (SBJ). Pada hakekatnya, operasi bakti SBJ merupakan wujud kepedulian dan peran serta TNI AL untuk mendinamisasikan pembangunan daerah terpencil, khususnya pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau oleh transportasi darat dan udara. Operasi ini juga dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk di pulau-pulau terpencil dan pulau-pulau terluarIndonesia.

Memberdayakan Pulau Terluar
Dalam rangka menjaga keutuhan wilayah negara, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan, maka perlu pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dengan memperhatikan keterpaduan pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum, sumber daya manusia, pertahanan, dan keamanan. Pulau-pulau terluarIndonesiamemiliki nilai strategis sebagai titik dasar dan garis pangkal kepulauanIndonesiadalam penetapan wilayah perairanIndonesia, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)Indonesia, dan landas kontinenIndonesia. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden No 78/2005, tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilakukan, yaitu a) menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan; b) memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan; c) memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Adapun prinsip pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah, wawasan nusantara, berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Dalam rangka memberdayakan pulau-pulau terluarIndonesia, pemerintah telah mengambil langkah-langkah taktis meliputi tiga aspek, yaitu aspek kelembagaan, aspek yuridis, dan aspek program. Untuk menangani masalah-masalah, dan pulau-pulau terluar khususnya agar lebih efektif pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Mereka bertugas mengkoordinasikan dan merekomendasikan penetapan rencana dan pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Tim Juga bertugas melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.
Dalam penanganan pengelolaan perbatasan negara dengan negara tetangga, pemerintah masih memprioritaskan batas-batas darat, kerena kejelasan batas fisik di darat sangat mempengaruhi pelaksanaan pembangunan. Dari batas negara di darat dapat diketahui bahwa RepublikIndonesiaberbatasan darat denganPapua New Guinea,Malaysiadan Republik Demokratik Timor Leste.
Peran pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dalam pembangunan pulau-pulau kecil terluar perlu dilakukan secara tepat yang menekankan pada tiga hal, yaitu regulator, eksekutor dan fasilitator. Pemerintah sebagai regulator berkewajiban mendorong penataan aturan-aturan yang ada di dalam pengembangan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil oleh semua pengambil keputusan. Fungsi regulasi ini harus dilaksanakan secara transparan, demokratis dan berkeadilan.
Sebagai eksekutor, pemerintah melaksanakan sebagai program kebijakan yang secara langsung menyentuh semua lapisan masyarakat. Sementara sebagai fasilitator, pemerintah mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi pengembangan dan pemanfaatan wilayah pulau-pulau kecil melalui penyediaan berbagai bentuk infrastruktur pendukung di wilayah yang dimaksud.
Dari aspek yuridis penanganan pulau-pulau kecil terluar masih memerlukan perangkat perundangan-undangan yang memadai dalam rangka mempertahankan serta memberdayakannya. Peninjauan berbagai peraturan perundang-undangan seperti UU, PP, Kepres dan lainnya yang berkaitan dengan penanganan batas dan perbatasan negara baik di darat maupun batas laut kiranya menjadi hal yang sangat mendesak. PP No 38/2002, tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauanIndonesia, kiranya perlu segera direvisi menyusul keputusan tentang kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan.
Perangkat hukum juga harus ditopang dengan kemampuan untuk menegakkan hukum, sehingga salah satu usaha mempertahankan pulau terluarIndonesiadengan meningkatkan peran Angkatan Laut (AL). Angkatan laut yang kuat diperlukan untuk meningkatkan patroli keamanan dalam rangka penegakkan keamanan dan pertahanan. Patroli laut juga diarahkan untuk menjaga kedekatan psiklogis masyarakat di daerah terluar dan terpencil sekaligus menggugah semangat kebangsan dan Tanah Air. Di samping patroli laut, mereka juga melakukan survei hidrografi yang digunakan untuk menetapkan titik dasar dan garis pangkal, dan operasi bakti untuk mendorong dan meningkatkan kemampuan ekonomi dan taraf hidup masyarakat di pulau-pulau terluar.

12 Pulau Terluar Rawan Konflik
Melalui konsep Wawasan Nusantara yang kemudian diadaptasi dalam ketentuan Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982,Indonesiasebagai Negara Kepulauan berhak atas kedaulatan wilayah negara kepulauan.
Terkait dengan hal tersebut, keberadaan pulau-pulau terluar sangat penting sebagai tapal batas NKRI. Sayang, saat ini banyak sekali wargaIndonesiayang tidak sadar betapa pentingnya keberadaan pulau-pulau terpencil tersebut. Tercatat terdapat 12 pulau terdepan yang menjadi tapal batas titik terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
1. Pulau Rondo
Pulau Rondo adalah pulau terluarIndonesiayang terletak di Samudra Hindia, berbatasan langsung denganIndia. Pulau ini merupakan pulau paling utara dari wilayah RI bagian dari wilayahkotaSabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pulau tersebut berada di sebelah barat laut Pulau Weh dengan koordinat 6° 4? 30? LU, 95° 6? 45? BT.
2. Pulau Berhala
Pulau Berhala memiliki koordinat 3°46?38?LU,99°30?3?BT. Pulau ini terletak di Sumatera Utara, yang merupakan titik terluar di Selat Malaka, atau sekitar 48 mil dari Pelabuhan Belawan. Dari segi administratif, pulau Berhala adalah bagian dari Kecamatan Tanjungberingin, Kabupaten Serdang Bedagai. Luasnya adalah 2,5 km². Berhala memiliki topografi bergunung dengan hutan lebat, dan pantai yang putih bersih.
3. Pulau Nipah
Pulau Nipah merupakan salah satu pulau terluarIndonesia. Pulau ini terletak di Provinsi Kepulauan Riau, tepatnya di barat laut Pulau Batam. Nipah menjadi titik perbatasan antaraIndonesiadengan Singapura. Posisi pulau tersebut berada di koordinat 01°93” 13’ LU dan 103°39” 11’ BT.
Pulau Nipah berada di Selat Philips, dan Selat Singapura yang merupakan selat internasional yang sangat padat volume pelayarannya. Pulau Nipah berada di tengah alur pelayaran internasional dengan frekuensi pelayaran cukup tinggi, sekitar 100 kapal per hari, terdiri dari kapal tangker, kargo, dan kapal tongkang.
Kondisi Pulau Nipah saat ini hampir tenggelam oleh ketinggian air laut. Luas Pulau Nipah sebelum direklamasi adalah enam hektar (saat posisi air surut). Sebagian pakar berpendapat bahwa terancamnya keberadaan Pulau Nipah adalah akibat abrasi karena pengeksploitasian pasir laut secara besar-besaran yang dilakukan Singapura untuk kepentingan reklamasi. Selain itu, reklamasi juga menyebabkan biota laut di sekitar Pulau Nipah rusak parah.
4. Pulau Sekatung
Letak koordinat Pulau Sekatung berada di titik 4°47? 45? LU, 108° 1?19? BT. Pulau Sekatung adalah pulau terluar paling utara dari wilayah Indonesia yang terletak di laut China Selatan, berbatasan dengan negara Vietnam. Pulau ini merupakan wilayah dari kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
 5. Pulau Miangas,
Pulau ini berada di koordinat  5° 34?2? LU, 126 °34?54? BT. Miangas adalah pulau terluarIndonesiayang terletak di perbatasan antaraIndonesiadengan Filipina. Pulau ini termasuk ke dalam Desa Miangas, Kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara. Pulau Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina.
Pulau tersebut merupakan salah satu pulau terluar yang rawan masalah perbatasan, terorisme, serta penyelundupan. Pulau ini memiliki luas sekitar 3,15 km².  Jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Pulau Miangas memiliki jumlah penduduk sebanyak 678 jiwa (2003) dengan mayoritas adalah Suku Talaud. Jalinan perekonomian dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi karena kedekatan jarak dengan Filipina. Bahkan, beberapa laporan mengatakan, mata uang yang digunakan di pulau ini adalah Peso.
6. Pulau Marore
Pulau Marore terletak pada koordinat 4° 44?14? LU, 125° 28?42? BT. Kepulauan ini berada di gugus kepulauanSulawesiyang berbatasan dengan negara Filipina. Marore merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, tepatnya sebelah utara Pulau Sangihe.
7. Pulau Marampit
Pulau Marampit terletak di gugus kepulauanSulawesi. Marampit adalah pulau terluarIndonesiadi lautSulawesi, dan berbatasan dengan Filipina. Pulau tersebut bagian dari pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara. Marapit berada di sebelah timur laut Pulau Talaud, dengan koordinat 4° 46?18? LU, 127° 8? 32? BT.
8. Pulau Fani
Pulau Fani adalah pulau terluarIndonesiayang terletak di Samudra Pasifik. Pulau ini berbatasan langsung dengan negaraPalau. Fani merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Sorong, Provinsi Irian Jaya Barat. Pulau tersebut berada di sebelah utara Kota Sorong, dengan koordinat 1° 4?28? LU, 131° 16?49? BT.
9. Pulau Bras
Pulau ini adalah pulau terluarIndonesiayang juga berbatasan dengan negaraPalau. Pulau Bras merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Pulau ini berada di sebelah utara Kota Manokwari, dengan koordinat 0° 55?57? LU, 134° 20?30? BT.
10. Pulau Fanildo 
Pulau Fanildo adalah pulau terluarIndonesiayang terletak di Samudra Pasifik, berbatasan dengan negaraPalau. Pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Pulau Fanildo berada di sebelah utara dari Kota Manokwari, dengan titik koordinat 0° 56?22? LU, 134° 17?44? BT.
11. Pulau Batek
Pulau Batek terletak di gugus kepulauan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kabupaten Kupang. Pulau ini berada di Laut Sawu, berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Pulau Batek merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini berada di sebelah timur laut darikotaKupang dengan koordinat 9° 15? 30? LS, 123° 59? 30? BT.
12. Pulau Dana
Pulau Dana adalah sebuah pulau kecil yang terletak di perairan sebelah selatan Pulau Sumba. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),Indonesia.
Berdasarkan data di atas, perlu upaya pengelolaan pulau-pulau terluar sebelum dicaplok negara tetangga. Tentunya kasus Sipadan-Ligitan tidak ingin terulang kembali. Adalimalangkah yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, penyediaan infrastruktur, dan layanan publik yang memadai, seperti listrik, pelabuhan, pendidikan. Daerah tersebut merupakan remote area. Tanpa infrastruktur harga-harga menjadi mahal. Kedua, memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Karena kebanyakan masyarakat di wilayah tersebut kurang produktif. Melalui upaya ini diharapkan akan meningkatkan taraf perekonomian mereka. Ketiga, memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. Tak bisa dipungkiri walaupun berada dalam remote area, pasti ada sumber daya alam (SDA) potensial yang bisa dimanfaatkan.
Keempat, memberikan edukasi yang murah dan bermanfaat. Edukasi di sini tidak hanya bersifat formal (SD, SMP, SMA), tetapi harus ada edukasi yang mengajarkan tentang hal informal, seperti mitigasi bencana alam, pemanfaatan SDA, kewarganegaraan, dan sebagainya.
Kelima, secara bertahap pemerintah memberikan akses keterbukaan informasi, seperti internet dan jaringan telepon. Sehingga, wawasan masyarakat akan terbuka dan mereka dapat secara mandiri mempromosikan daerahnya kepada investor atau wisatawan.
Harapan muncul setelah pemerintah menjanjikan 43 pulau terluar di Indonesia akan dialiri listrik tenaga surya energi matahari, yang akan dinikmati 17 ribu penduduk di sana. Berdasarkan data dari Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (Kemeneg PDT), dari 92 pulau terluar, hanya 43 pulau yang berpenghuni. Mereka menjanjikan masyarakat disanaakan segera menikmati listrik, seperti daerah–daerah lain. Program ini dicanangkan hingga 2014 mendatang, dengan mengembangkan energi matahari skala kecil menengah untuk memberikan pasokan listrik.
Menteri PDT, Helmy Faizal Zaini, mengakui, hingga 2012 masih banyak ketimpangan pasokan listrik di berbagai daerah di Indonesia.Adayang sudah mencapai 60-70 persen, namun masih ada yang menerima pasokan di bawah 30 persen. Terkait dengan pengembangan energi matahari di pulau terluar, akan diberikan bantuan sekitar tiga hingga empat lampu dengan daya 150 watt. Hal ini dikarenakan pulau terluar memilikimedanyang sulit dijangkau. “Meski pasokan listrik di pulau terluar ini masih kecil, bantuan ini cukup membantu mereka untuk beraktivitas,” kata Helmi.
Pemerataan pasokan listrik di pulau terluar menjadi target utama pengembangan desa tertinggal diIndonesia. Kendati demikian, ia sadar, sejumlah persoalan seperti minimnya sarana pendidikan, kurangnya tenaga kesehatan, dan tenaga pengajar, masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan.
Sementara itu, Rektor Universitas Gajah Mada (UGM), Pratikno menyatakan, salah satu penyebab timpangnya kesejahteraan di pulau terluar adalah belum meratanya penelitian perguruan tinggi di wilayah itu. “Penelitian yang sampai ke daerah tertinggal harus aplikatif agar bisa diterapkan langsung. Seperti penelitian pengangkatan air bawah tanah, penjernihan air dengan teknologi tepat guna, dan lainnya,” ujar Pratikno.

Kamis, 19 September 2013

SISTEM AKUAKULTUR RESIRKULASI

Recirculating Aquaculture Systems (RAS)Sistem resirkulasi budidaya (recirculating aquaculture systems) ikan adalah sebuah system produksi ikan yang menggunakan system tertutup dimana penggantian air hanya dilakukan karena adanya penguapan atau pembersihan. Sistem RAS telah berkembang di Negara Negara maju seperti di Amerika serikan dan Negara-negara uni eropa dimana biaya lahan dan tenaga kerja sangat mahalBeberapa keuntungan menggunakan system RAS disbanding dengan budidaya ikan secara konvensional atau tradisional adalah.Kebutuhan air yang minim. Sarana budidaya yang dirancang dan dioperasikan dapat mengurangi kebutuhan air lebih dari 5% setiap hari.Membutuhkan sedikit lahan : Pada wilayah potensial yang memiiki harga tanah mahal, system RAS dapat memproduksi ikan budidaya lebih banyakpada area yang sempit. Kebutuhan lokasi kurang dari 1/20 dibanding dengan kebutuhan untuk tambak tradisional.
Membutuhkan sedikit tenaga kerja : Sistem RAS dengan volume 100 metrik ton pertahun hanya memerlukan dua orang tenaga kerja, dimana dengan metode budidaya secara tradisional minimal membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang.Kontrol terhadap kualitas air lebih terjamin: Sistem RAs dapat mengontrol Kualitas air dengan baik sehingga dapat mempercepat pertumbuhan dan tidak tergantung terhadap kondisi cuaca dilingkungan setempat. Sistem budidaya tradisional tidak memilki kontrol terhadap fluktuasi kualitas air seperti suhu, pH dan oksigen terlarut sehingga sangat tergantung pada keadaan lingkungan. Kualitas air yang enting lainnya seperti oksigen terlarut dapat dikontrol oleh system RAS sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
Terhindar dari pengaruh buruk kondisi cuaca yang ekstrim: Salah satu ancaman budidaya ikan adalah kondisi cuaca yang tidak menentu seperti badai, banjir dan lain-lain yang dapat merusak fasilitas budidaya. Desain konstruksi dan pemilihan lokasi system RAS memungkinkan untuk terhindar dari ancaman kondisi lingkungan yang buruk. Sistem tradisional lebih mudah terkena dampak buruknya kondisi cuaca karena terpapar langsung di alam. Sistem RAS mengembangkan system pemeliharaan ikan dalam ruangan sehingga pengaruh cuaca dapat diminimalkan. Tidak berpotensi menambah Pencemaran lingkungan. Berbeda dengan system tradisional yang mengalirkan air bekas budidaya kealam bebas yang berpeluang mencemari lingkungan dan meningkatkan kandungan bakteri berbahaya ke dalam lingkungan. RAS system membuang air yang telah disaring oleh filter biologi sehingga kualitas air yang dilepas ke perairan bebas aman dari pencemaranMeningkatkan biosekuritas. RAS dbuat dan didesain berdasarkan pengawasan kendali mutu yang ketat , berbeda dengan sistem terbuka.
RAS dilaksanakan dengan system intensif atau super intensif untuk memgimbangi tingginya biaya konstruksi dan biaya operasional. Desain dan operasionalnya sangat bervariasi. Kolam bundar atau kolam air deras merupakan desain yang sangat umm digunakan. Kolam bundar sangat efektif untuk membuang air kotor melalui corong di bagian bawah, sementara kolam air mengalir sangat cocok untuk meningkatkan kepadatan dan memudahkan panen.Sistem super intensif membutuhkan kualitas pakan yang tinggi. Besarnya input pakan ke dalam system membutuhkan perhatian khusus dalam merancang RAS. Semua RAS harus mampu memanfaatkan proses-proses alami untuk menghilangkan limbah padat, mengoksidasi amonia dan nitrit-nitrogen dan meningkatkan kandungan oksigen terlarut. Jumlah pakan, komposisi pakan, tingkat metabolisme ikan dan kuantitas pakan yang terbuang dapat memiliki dampak merugikan terhadap kualitas tangki air dan harus diperhitungkan dalam mendesain dan mengatur sebuah RAS. Komposisi pakan ikan terutama terdiri dari protein, karbohidrat, abu, lemak dan air. Jumlah pakan yang tidak dikonsumsi ikan akan diekskresikan menjadi sampah organik (kotoran padat). Feses yang padat dan pakan yang tidak dimakan ikan dimanfaatkan oleh bakteri dalam sistem. Proses ini membutuhkan oksigen yang tinggi dan menghasilkan amonia-nitrogen sehingga harus ditangani dengan desain yang baik. Untuk meminimalkan dampaknya terhadap kualitas air, limbah padat perlu dihapus dari sistem secepat mungkin. Limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu limbah padat tengelam, melayang, terapung dan larut.Limbah padat yang tenggelam di dasar sistem harus segera dikeluarkan dalam kolam secepat mungkin. Limbah ini akan bertahan di dalam air selama satu jam bila air dalam system dalam keadaan diam. Limbah padat yang tenggelam ini dapat dikeluarkan dengan menggunakan wadah yang bundar sehingga terpusat di bagian tengah dan dapat dengan mudah dibuang keluar system.Padatan tersuspensi tidak akan kluar dari system yang menggunakan air tenang. Padatan tersuspensi halus lebih kecil dari 30 mikron dapat berkontribusi lebih dari 50% dari beban jumlah padatan tersuspensi dalam RAS. Padatan organik terlarut (protein) juga dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap total kebutuhan oksigen RAS jika tidak dibuang. Padatan terlarut dan padatan tersuspensi halus dapat dihilangkan dengan menggunakan proses fraksinasi atau menguapkan busa protein. Busa fraksinasi diaerasi dengan kuat pada bagian dasar kolam. Gelembung udara yang naik membawa partikel-partikel padat tersuspensi halus yang menempel pada permukaan gelembung, sebagai tempat melekat protein di bagian atas kolam.

TEKNOLOGI BIOFILTER, PERIFITON BIOFLOC AKUAKULTUR

Review Cara Mengatasi Limbah Nitrogen dalam Akuakultur : Teknologi Biofilter, Teknologi Perifiton, Teknologi Biofloc

Latar Belakang
       Perkembangan pesat Aquaculture menyebabkan pengaruh terhadap lingkungan, terutama polutan dari sisa pakan, sisa metaolisme dan faezes (Read and Fernandes, 2003)
       Polutan mengandung nutrien organik dan anorganik seperti ammonium, phosphorus, bahan organik (Piedrahita, 2003; Sugiura et al., 2006).
       Pada level lebih tinggi dapat menyebabkan bloomingnya mikroorganisme pathogen yang semakin bervariasi spesiesnya (Thompson et al., 2002).
       Untuk memproduksi 1 kg ikan butuh 1-3 kg pakan (dari hasil ekskresi, 35%  menjadi bahan organik), sisanya (65%) dlm bentuk N dan P yang tak digunakan dan mencemari lingkungan.
       Dalam Lingkungan akuakultur salah satu produk akhir metabolisme adalah Amonium, dimana antara NH3 dan NH4 berfluktuasi tergantung dari suhu dan pH (Timmons et al., 2002). Jumlah dari keduanya disebut Total Amonium Nitrogen (TAN)
       Pada kebanyakan ikan kultur amonium-N bersifat toksik pada konsentrasi 1,5 mg N/l, dan rata-rata pada sistem budidaya yang wajar konsentrasinya 0,025 mg N/l. (Neori et al., 2004; Chen et al., 2006). Demikian toksisitas Nitrat pada beberapa spesies ikan





Cara pembuangan ada 2, yaitu :

1)     1.  DI LUAR SISTEM BUDIDAYA
·         Penggunaan Kolam Treatmen/Kolam Tandon
- Bisanya dilengkapi Aerasi
- Atau dibuang langsung ke lingkungan melalui outlet
·         BIOFILTRASI

Ada 3 Macam, yaitu FISIK (Biasanya dengan Saringan/Sistem pengendapan berliku-liku, KIMIA (Ozon/UV) Untuk mengatasi N biasanya digunakan Filter Biologi untuk membantu proses Nitrifikasi.Secara garis besar ada 2 type Biofiltrasi, yaitu :
-          Merged (rotating biological contactors, trickling filters)
Teknologi Rotating Biological Contator  (RBC) merupakan sistem yang menggunakan beberapa substrat, yang terbuat dari : high-density polystyrene atau polyvinyl chloride, (Tawfik et al., 2004; Park et al., 2005; Brazil, 2006). Teknologi  ini dapat membantu merubah karbondioksida menggunakan oksigen dari udara dan dengan bantuan bakteri. Teknologi ini ada 2 seri, yaitu  seri independen dan seri compartment (Lavens and Sorgeloos, 1984; Brazil, 2006).


Miller and Libey (1985) menyebutkan bahwa teknologi ini menghasilkan nilai TAN yang lebih baik (0.19–0.79 g TAN/m2 hari, jika dibandingkan packed tower atau fluidized bed reactor (0.24 g TAN/m2 hari).
Brazil 2006 menyebutkan bahwa teknologi ini cukup efektif pada sistem Resirkulasi ikan nila, menghasilkan hanya sebesar 0,42 g TAN/m2 day. Dideteksi juga adanya Oksidasi amonia dipengaruhi oleh Kecepatan putaran, pengadukan bahan organik, staging, perputaran masa dan hidroulik.


Trickling Filter merupakan sistem yang menggunakan Trickling media dan Biofilm aerobic untuk mengendapkan sisa buangan budidaya. Selama terjadi pengendapan, oksigenasi terus berlangsung, dan pembuangan gas CO2 juga berlanjut.
Ada beberapa jenis trickling dengan berbagai luasan media seperti : Finturf artificial grass (284 m2/m3), Kaldnes rings (500 m2/m3), Norton rings (220 m2/m3) dan Leca atau light weight clay aggregate (500–1000 m2/m3) (Greiner and Timmons, 1998; Lekang and Kleppe, 2000; Timmons et al., 2006a).
Dalam sistem ini yang bekerja mengatasi sisa buangan adalah biological slim layer dan aerobik mikroorganisme.
Kamstra et al. (1998) melaporkan TAN areal removal rates  berkisar 0.24 s.d.  0.55 g TAN/m2 hari pada trickling filter sakla komersial. Hasil rekayasa lain menghasilkan 1.1 g TAN/m2 day, (Schnel et al., 2002; Eding et al., 2006). Sedangkan Lyssenko dan Wheaton (2006) melaporkan TAN areal removal rates of 0.64 g TAN/m2 day.




-          Submerged (e.g. fluidized sand biofilters, bead filters) fixed film filter
Bead Filter merupakan sistem yang menggunakan kombinasi Trickling media dan Granular type biological filter. Media yang biasa digunakan dalam sistem ini berisi polystyrene beads dengan diameter 1–3 mm dengan porositas 36–40% (Timmons et al., 2006a).
Tergantung dari featurnya area bead filter berkisar 1150 s.d. 3936 m2/m3 (Greiner and Timmons, 1998; Malone and Beecher, 2000; Timmons et al., 2006a).
Menurut Greiner and Timmons (1998) Bead filter menghasilkan 0.45–0.60 g/m2 TAN day, dan microbead 0.30 g/m2 day (Timmons et al., 2006a).

Fluidized sand biofilters merupakan sistem yang menggunakan pasir dengan area permukaan berkisar antara 4000–20000 m2/m3 dengan biaya tidak terlalu mahal, namun mendapatkan hasil yang baik pada sistem resirkulasi (Summerfelt, 2006)
Miller & Libey (1985) dan Timmons Summerfelt (1998) menyatakan fluidized sand reactor memiliki efisiensi berkisar 0.24 g N/m2 hari.

2) 2.  DI DALAM SISTEM BUDIDAYA

-          The periphyton treatment technique
      
Periphyton merupakan biota perairan yang menempel pada substrat. Didalamnya terdapat algae, bakteri, fungi, protozoa, dan invertebrata yang lainnya (Azim et al., 2005).
Produktivitas periphyton : 1-3 g C/m3 Substrat/hari atau 2 – 6 g dry matter/m3 per-hari (Azim et al., 2005). Periphyton membantu organic detritus menguraikan nutrient dari kolom air dan membantu mengontrol O2 dan pH di perairan.
Disamping membantu menguraikan an memanfaatkan amonia, periphyton juga menjadi penyedia makanan pada beberapa jenis ikan (Huchette et al., 2000; Azim et al., 2001, 2002, 2003a,b,c, 2004).
Selain memerlukan lahan yang luas untuk pemanfaatan peryphyton sangat tergantung sinar matahari, dan dalam skala laboratorium, sulit untuk memanen peryphyton, sehingga belum diketahui secara detail penguraian dan pemanfaatan N oleh peryphyton.
Untuk optimalisasi kerja peryphyton dalam kolam, biasanya digunakan static substrates (Azim et al., 2005), seperti tanaman air, bambu, hizol dan kanchi (Azim et al., 2002, 2003c).
Perifiton: kompleks biota akuatik sesil (imobil) terasosiasi dengan detritus, yang menempel pada substrat terendam; kompleks campuran mikroalga, cyanobacteria, heterotrophic mikroba, protozoa, dan detritus ; organisme bentik terkombinasi dengan mikroba biofilm (van Dam et al., 2002).
Seperti fitoplankton, perifiton dapat ditemukan pada banyak tipe perairan, mulai dari kolam kecil hingga laut luas; berbagai substrat dalam air dengan keberadaan cahaya dapat mensupport pertumbuhan perifiton
Pertumbuhan perifiton pada substrat dimulai dengan deposisi pelapisan substansi / materi organik terlarut dimana bakteri akan menempel melalui reaksi hidrofobik yang distimulasi oleh keberadaan mikropartikulat pada perairan eutrofik (kaya nutrisi) (Hoagland et al., 1982; Cowling et al., 2000).
Perifiton memiliki kelebihan dibandingkan fitoplankton karenasifatnya yang bentik sehingga lebih dekat dengan bagian air interstitial serta sedimen yang kaya nutrisi.
PERAN PERIFITON
1.       Bertindak sebagai produsen primer; sumber makanan; bahan baku potensial untuk energi alternatif, obat / kosmetika, pakan/ pangan alami, pupuk organik
2.       Indikator mutu kualitas air (tingkat pencemaran dalam perairan) ‐‐‐ penilaian biomass ( Chlorophyl), jenis, kondisi biologi dan komposisi komunitas periphyton.
3.       Menjaga kualitas air pada indicator mutu tertentu bagi perairan perikanan yang terkendali mencakup parameter fisika, kimia dan biologi.
4.       Dapat digunakan sebagai agen filtrasi dalam produksi akuakultur.
Kelebihan sistem akuakultur berbasis perifiton:
1.       Perifiton berperan sebagai sumber makanan / nutrisi,
2.       Sebagai substrat dan shelter untuk meminimalisasi efek limitasi daerah teritorial hewan budidaya (udang)
3.       Pengendalian kualitas air melalui pengurangan partikulat terlarut dan meningkatkan breakdown materi organik
4.       Meningkatkan nitrifikasi

-          Bio-flocs technology
      
Bioflocs juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen (Defoirdt et al., 2007; Halet et al., 2007)...Quorum sensing system???.
Pada air tawar, dengan memberikan karbohidrat kedalam air dalam sistem budidaya untuk memperbaiki C/N ratio, akan meningkatkan pertumbuhan bakteri heterotrof yang memanfaatkan nitrogen. Avnimelech et al. (1994)
Bahkan pada budidaya ikan nila intensif, meningkatkan efektifitas penggunaan protein hampir 2 kali lipat dibanding tanpa penumbuhan bakteri heterotrof ini, yaitu dari 23 % sampai 40 % . Avnimelech et al. (1994).
Pemberian kombinasi karbohidrat juga memberikan beberapa manfaat yang signifikan pada budidaya udang, yaitu : 1) meningkatkan pemanfaatan protein pakan yang berpengaruh pada biomassa udang 2) Menurunkan proporsi jumlah pakan yang diberikan 3) Mereduksi zat beracun TAN and NO2N dalam sistem, dan 4) Mereduksi konsentrasi nitrogen secara signifikan di kolam (Hari et al. (2006))

Bioflok yang baik berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan kesehatan ikan serta mutu air  kolam.(Bagian 2 dari seri tulisan Teknologi Bioflok)
Biofloc (bioflok) berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan floc (flok) yang berarti  gumpalan. Sebagaimana telah diuraikan pada artikel terdahulu, bioflok tersusun atas berbagai mikroorganisme, yaitu bakteri, algae, zooplankton, dan bahan organik. Karena itu, mutu bioflok berbedSaveda-beda tergantung komponen penyusunnya. Ada bioflok yang baik dan ada bioflok yang jelek. Menurut Suprapto (Tim Teknis Shrimp Indonesia) Komponen penyusun bioflok, yaitu :

Komponen 1: Bahan organik
Bahan organik dalam air tambak udang intensif berasal dari sisa pakan, kotoran ikan, dan plankton atau jasad yang mati. Bahan organik yang terlarut dalam air akan diurai oleh mikroba (bakteri) menjadi mineral yang bermanfaat bagi fitoplankton. Dalam kolam yang menerapkan sedikit atau tanpa ganti air, bahan organik akan menumpuk dalam tambak dan akan diurai oleh mikroba. Bahan organik ini harus selalu dalam keadaan teraduk (tersuspensi) dalam kolom air serta harus dicegah agar tidak mengendap. Selain itu, kandungan oksigen terlarut harus cukup tinggi dengan arus yang merata agar oksigen tersebar di seluruh badan air sehingga bahan organik terurai dalam kondisi aerob (cukup oksigen).

Komponen 2: Bakteri
Bakteri terdiri dari bakteri yang menguntungkan dan merugikan bagi usaha budidaya ikan. Bakteri yang menguntungkan adalah bakteri yang tidak menimbulkan penyakit serta tidak menghasilkan senyawa yang meracuni udang, dapat mengurai bahan organik menjadi mineral yang bermanfaat bagi kestabilan plankton, dapat mengurangi senyawa beracun, meningkatkan kesehatan udang dan menekan perkembangan bakteri yang merugikan dalam media budidaya. Di antara bakteri yang menyusun flok ada yang menghasilkan biopolimer yang disebut  poli hidroksi butirat (PHB). Pemantauan terhadap total bakteri dan total vibrio (termasuk jenis vibrio berdasarkan warna koloni) harus diperhatikan dengan baik. Flok yang baik tersusun oleh banyak bakteri dengan total bakteri yang tinggi (107 – 109 cfu/ml) dan total vibrio kurang dari 103 - 104cfu/ml (vibrio hijau lebih sedikit daripada vibrio kuning). Sedangkan flok yang kurang baik tersusun oleh total bakteri yang rendah (104 – 105 cfu/ml) dan total vibrio lebih dari 103cfu/ml (vibrio hijau lebih banyak daripada vibrio kuning). Kandungan bakteri (yang menguntungkan) sebaiknya mendominasi hingga 70% dari komponen bioflok yang terbentuk.

Komponen 3: Algae
Dalam budidaya udang, jenis algae yang diharapkan tumbuh adalah dari kelompok diatom dan algae hijau. Beberapa jenis diatom yang hidup sebagai perifiton dapat turut menempel pada flok (Navicula, Amphora, Cymbella), yang berbentuk koloni (Skeletonema, Melosira, Chaetoceros) maupun yang uniseluler (Cyclotella, Coscinodiscus) turut membentuk flok yang baik untuk makanan udang. Sedangkan Nitzschia, Pseudonitzschia tidak diharapkan karena menghasilkan biotoksin. Diatom memberikan ciri flok yang berwarna kecokelatan. Sedangkan kelompok green algae memberikan ciri flok berwarna kehijauan. Meski green algae tidak dimakan oleh udang, namun kelompok algae ini bersifat stabil atau siklus hidup yang lebih lama. Di samping itu, beberapa jenis dari green algae  seperti Chlorella, Nannochloropsis, Tetraselmis dan Dunaliella dapat menekan perkembangan vibrio. Bioflok dianggap bermutu jelek bila terdapat dinoflagellata dalam jumlah yang banyak (lebih dari 10% dari komunitas algae yang ada). Di samping itu, bila algae yang menyusun didominasi oleh blue green algae (BGA) maupun flagellata (Euglenophyta) maka flok yang dihasilkan kurang baik bagi pertumbuhan udang. Populasi algae dalam flok sebaiknya sekitar maksimal 30%.

Komponen 4: Zooplankton
Dalam rantai makanan, zooplankton merupakan konsumer primer. Zooplankton umumnya pemakan fitoplankton (algae) dan detritus atau sisa bahan organik serta bakteri. Zooplankton yang sering ditemukan dalam bioflok adalah dari kelompok protozoa (terutamaCiliata), Rotifera (Brachionus, Rotaria, Pavella), kopepoda, dan cacing. Zooplankton terutama protozoa dan rotifera merupakan pemangsa bakteri pembentuk flok sehingga keberadaan kelompok organisme ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan flok terutama populasi bakteri di dalam flok.
Berdasarkan pengamatan terhadap komponen pembentuk bioflok selain bakteri, algae jenis diatom yang ditemukan adalah Coscinodiscus, yang tumbuh dalam air yang mengandung bahan organik tinggi. Sedangkan zooplankton yang ditemukan adalah jenisBrachionus (rotifera). Kolam yang diamati, semua berwarna kecokelatan dengan permukaan air dipenuhi oleh busa. Sedangkan warna air yang kehijauan, jenis algae yang tumbuh adalahOscillatoria dan Anabaena.

Pengaruh bioflok
Kondisi kesehatan udang dan pertumbuhannya sangat tergantung pada kondisi lingkungan. Bioflok memberi pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan kesehatan. Bioflok yang baik akan memberikan pengaruh yang baik bagi udang, baik dari segi pertumbuhan, kesehatannya maupun kestabilan mutu airnya.

Kepekatan bioflok
Untuk mengukur kepekatan bioflok dapat dilakukan dengan menggunakan Imhoff con. Caranya, ambil air satu liter dari beberapa tempat dan endapkan pada alat tersebut. Tunggu 15—30 menit sampai flok mengendap. Parameter yang terukur dinyatakan sebagai Volume Suspended Solid (VSS) dengan satuan ml VSS per liter. Volume bioflok harus dipertahankan <15 ml VSS per liter. Dan bila mencapai 15 ml per liter harus dilakukan pengenceran.
Yang mempengaruhi bioflock :
     Salah satu yang membuat teknologi biofloc jadi mahal untuk akuakultur adalah   
     kebutuhan akan listrik energi yang cukup tinggi untuk mempertahankan keberadaan 
     floc supaya tetap melayang di kolom perairan dengan menggunakan aerasi dan atau 
     pengadukan. Demikian grafik kebutuhan energi listrik untuk mempertahankan 
     terbentuknya floc dalam luasan kolam/tambak


     

Baearapa studi kasus pemanfaatan N oleh organisme yang telah diterapkan dalam akuakultur untuk meminimalisasi limbah buangan Nitrogen hasil ekskresi dan sisa pakan


Atau dapat disimpulkan dalam sistem budidaya secara umum :